Sejarah Berdirinya HMI
SEJARAH HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM
1. Latar Belakang Sejarah Berdirinya HMI
Kalau
ditinjau secara umum ada 4 (empat) permasalahan yang menjadi latar
belakang sejarah berdirinya HMI. Situasi Dunia Internasional. Berbagai
argumen telah diungkapkan sebab-sebab kemunduran ummat Islam. Tetapi
hanya satu hal yang mendekati kebenaran, yaitu bahwa kemunduran ummat
Islam diawali dengan kemunduran berpikir, bahkan sama sekali menutup
kesempatan untuk berpikir. Yang jelas ketika ummat Islam terlena dengan
kebesaran dan keagungan masa lalu maka pada saat itu pula kemunduran
menghinggapi kita. Akibat dari keterbelakangan ummat Islam , maka
munculah gerakan untuk menentang keterbatasan seseorang melaksanakan
ajaran Islam secara benar dan utuh. Gerakan ini disebut Gerakan
Pembaharuan. Gerakan Pembaharuan ini ingin mengembalikan ajaran Islam
kepada ajaran yang totalitas, dimana disadari oleh kelompok ini, bahwa
Islam bukan hanya terbatas kepada hal-hal yang sakral saja, melainkan
juga merupakan pola kehidupan manusia secara keseluruhan. Untuk itu
sasaran Gerakan Pembaharuan atau reformasi adalah ingin mengembalikan
ajaran Islam kepada proporsi yang sebenarnya, yang berpedoman kepada Al
Qur’an dan Hadist Rassullulah SAW.
Dengan
timbulnya ide pembaharuan itu, maka Gerakan Pem-baharuan di dunia Islam
bermunculan, seperti di Turki (1720), Mesir (1807). Begitu juga
penganjurnya seperti Rifaah Badawi Ath Tahtawi (1801-1873), Muhammad
Abduh (1849-1905), Muhammad Ibnu Abdul Wahab (Wahabisme) di Saudi Arabia
(1703-1787), Sayyid Ahmad Khan di India (1817-1898), Muhammad Iqbal di
Pakistan (1876-1938) dan lain-lain.
A. Situasi NKRI
Tahun
1596 Cornrlis de Houtman mendarat di Banten. Maka sejak itu pulalah
Indonesia dijajah Belanda. Imprealisme Barat selama ± 350 tahun membawa
paling tidak 3 (tiga) hal :
a. Penjajahan itu sendiri dengan segala bentuk implikasinya.
b. Missi dan Zending agama Kristiani.
c. Peradaban Barat dengan ciri sekulerisme dan liberalisme.
Setelah
melalui perjuangan secara terus menerus dan atas rahmat Allah SWT maka
pada tanggal 17 Agustus 1945, Soekarno-Hatta Sang Dwi Tunggal Proklamasi
atas nama bangsa Indonesia mengumandangkan kemerdekaannya.
B. Kondisi Mikrobiologis Ummat Islam di Indonesia
Kondisi
ummat Islam sebelum berdirinya HMI dapat dikategorikan menjadi 4
(empat) golongan, yaitu : Pertama : Sebagian besar yang melakukan ajaran
Islam itu hanya sebagai kewajiban yang diadatkan seperti dalam upacara
perkawinan, kematian serta kelahiran. Kedua : Golongan alim ulama dan
pengikut-pengikutnya yang mengenal dan mempraktekkan ajaran Islam sesuai
yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW. Ketiga : Golongan alim ulama dan
pengikut-pengikutnya yang terpengaruh oleh mistikisme yang menyebabkan
mereka berpendirian bahwa hidup ini adalah untuk kepentingan akhirat
saja. Keempat : Golongan kecil yang mencoba menyesuaikan diri dengan
kemajuan jaman, selaras dengan wujud dan hakekat agama Islam. Mereka
berusaha supaya agama Islam itu benar-benar dapat dipraktekkan dalam
masyarakat Indonesia.
C. Kondisi Perguruan Tinggi dan Dunia Kemahasiswaan
Ada dua faktor yang sangat dominan yang mewarnai Perguruan Tinggi (PT) dan dunia kemahasiswaan sebelum HMI berdiri.
Pertama:
sisitem yang diterapkan dalam dunia pendidikan umumnya dan PT khususnya
adalah sistem pendidikan barat, yang mengarah kepada sekulerisme yang
“mendangkalkan agama disetiap aspek kehidupan manusia”.
Kedua :
adanya Perserikatan MAHASISWA Yogyakarta (PMY) dan Serikat Mahasiswa
Indonesia (SMI) di Surakarta dimana kedua organisasi ini dibawah
pengaruh Komunis. Bergabungnya dua faham ini (Sekuler dan Komunis),
melanda dunia PT dan Kemahsiswaan, menyebabkan timbulnya “Krisis
Keseimbangan” yang sangat tajam, yakni tidak adanya keselarasan antara
akal dan kalbu, jasmani dan rohani, serta pemenuhan antara kebutuhan
dunia dan akhirat.
2. LATAR BELAKANG PEMIKIRAN
Berdirinya
Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) diprakasai oleh Lafran Pane, seorang
mahasiswa STI (Sekolah Tinggi Islam), kini UII (Universitas Islam
Indonesia) yang masih duduk ditingkat I yang ketika itu genap berusia 25
tahun. Tentang sosok Lafran Pane, dapat diceritakan secara garis
besarnya antara lain bahwa Pemuda Lafran Pane lahir di Sipirok-Tapanuli
Selatan, Sumatera Utara. Beliau adalah anak seorang Sutan Pangurabaan
Pane tokoh pergerakan nasional “serba komplit” dari Sipirok, Tapanuli
Selatan-. Lafaran Pane adalah sosok yang tidak mengenal lelah dalam
proses pencarian jati dirinya, dan secara kritis mencari kebenaran
sejati. Lafran Pane kecil, remaja dan menjelang dewasa yang nakal,
pemberontak, dan “bukan anak sekolah yang rajin” adalah identitas
fundamental Lafran sebagai ciri paling menonjol dari Independensinya.
Sebagai figur pencarai sejati, independensi Lafran terasah, terbentuk,
dan sekaligus teruji, di lembaga-lembaga pendidikan yang tidak Ia lalui
dengan “Normal” dan “lurus” itu (-Walau Pemuda Lafran Pane yang tumbuh
dalam lingkungan nasionalis-muslim terpelajar pernah juga menganyam
pendidikan di Pesantren Ibtidaiyah, Wusta dan sekolah Muhammadiyah-) ;
pada hidup berpetualang di sepanjang jalanan kota Medan, terutama di
kawasan Jalan Kesawan; pada kehidupan dengan tidur tidak menentu; pada
kaki-kaki lima dan emper pertokoan; juga pada kehidupan yang Ia jalani
dengan menjual karcis bioskop, menjual es lilin, dll.
Dari
perjalanan hidup Lafran dapat diketahui bahwa struktur fundamental
independensi diri Lafran terletak pada kesediaan dan keteguhan Dia untuk
terus secara kritis mencari kebenaran sejati dengan tanpa lelah, dimana
saja, kepada saja, dan kapan saja. Adapun latar belakang pemikirannya
dalam pendirian HMI adalah: “Melihat dan menyadari keadaan kehidupan
mahasiswa yang beragama Islam pada waktu itu, yang pada umumnya belum
memahami dan mengamalkan ajaran agamanya. Keadaan yang demikian adalah
akibat dari sitem pendidikan dan kondisi masyarakat pada waktu itu.
Karena itu perlu dibentuk organisasi untuk merubah keadaan tersebut.
Organisasi mahasiswa ini harus mempunyai kemampuan untuk mengikuti alam
pikiran mahasiswa yang selalu menginginkan inovasi atau pembaharuan
dalam segala bidang, termasuk pemahaman dan penghayatan ajaran agamanya,
yaitu agama Islam. Tujuan tersebut tidak akan terlaksana kalau NKRI
tidak merdeka, rakyatnya melarat. Maka organisasi ini harus turut
mempertahankan Negara Republik Indonesia kedalam dan keluar, serta ikut
memperhatikan dan mengusahakan kemakmuran rakyat. Namun demikian, secara
keseluruhan Latar Belakang Munculnya Pemikiran dan Berdirinya HMI dapat
dipaparkan secara garis besar karena faktor, sebagai berikut :
1. Penjajahan Belanda atas Indonesia dan Tuntutan Perang Kemerdekaan
- Aspek Politik : Indonesia menjadi objek jajahan Belanda
- Aspek Pemerintahan : Indonesia berada di bawah pemerintahan kerajaan Belanda
- Aspek Hukum : Hukum berlaku diskriminatif
- Aspek pendidikan : Proses pendidikan sangat dikendalikan oleh Belanda. Ordonansi guru, Ordonansi sekolah liar
- Aspek ekonomi : Bangsa Indonesia berada dalam kondisi ekonomi lemah
- Aspek kebudayaan : masuk dan berkembangnya kebudayaan yang bertentangan dengan kepribadian Bangsa Indonesia
- Aspek Hubungan keagamaan : Masuk dan berkembagnya Agama Kristen di Indonesia, dan Umat Islam mengalami kemunduran
2. Adanya Kesenjangan dan kejumudan umat dalam pengetahuan, pemahaman, dan pengamalan ajaran islam.
3. Kebutuhan akan pemahaman dan penghayatan Keagamaan
4. Munculnya polarisasi politik
5. Berkembangnya fajam dan Ajaran komunis
6. Kedudukan perguruan tinggi dan dunia kemahasiswaan yang strategis
7. Kemajemukan Bangsa Indonesia
8. Tuntutan Modernisasi dan tantangan masa depan
Peristiwa
Bersejarah 5 Februari 1947 Setelah beberapa kali mengadakan pertemuan
yang berakhir dengan kegagalan. Lafran Pane mengadakan rapat tanpa
undangan, yaitu dengan mengadakan pertemuan secara mendadak yang
mempergunakan jam kuliah Tafsir. Ketika itu hari Rabu tanggal 14 Rabiul
Awal 1366 H, bertepatan dengan 5 Februari 1947, disalah satu ruangan
kuliah STI di Jalan Setiodiningratan (sekarang Panembahan Senopati),
masuklah mahasiswa Lafran Pane yang dalam prakatanya dalam memimpin
rapat antara lain mengatakan “Hari ini adalah pembentukan organisasi
Mahasiswa Islam, karena persiapan yang diperlukan sudah beres. Yang mau
menerima HMI sajalah yang diajak untuk mendirikan HMI, dan yang
menentang biarlah terus menentang, toh tanpa mereka organisasi ini bisa
berdiri dan berjalan” Lafran Pane mendirikan HMI bersama 14 orang
mahasiswa STI lannya, tanpa campur tangan pihak luar.
Pada awal pembentukkannya HMI bertujuan diantaranya antara lain:
1. Mempertahankan dan mempertinggi derajat rakyat Indonesia.
2. Menegakkan dan mengembangkan ajaran agama Islam.
1. Mempertahankan dan mempertinggi derajat rakyat Indonesia.
2. Menegakkan dan mengembangkan ajaran agama Islam.
3. Sementara tokoh-tokoh pemula / pendiri HMI antara lain :
1. Lafran Pane (Yogya),
2. Karnoto Zarkasyi (Ambarawa),
3. Dahlan Husein (Palembang),
4. Siti Zainah (istri Dahlan Husein-Palembang)
5. Maisaroh Hilal (Cucu KH.A.Dahlan-Singapura),
6. Soewali (Jember),
7. Yusdi Ghozali (Juga pendiri PII-Semarang),
8. Mansyur,
9. M. Anwar (Malang),
10. Hasan Basri (Surakarta),
11. Marwan (Bengkulu),
12. Zulkarnaen (Bengkulu),
13. Tayeb Razak (Jakarta),
14. Toha Mashudi (Malang),
15. Bidron Hadi (Yogyakarta).
1. Lafran Pane (Yogya),
2. Karnoto Zarkasyi (Ambarawa),
3. Dahlan Husein (Palembang),
4. Siti Zainah (istri Dahlan Husein-Palembang)
5. Maisaroh Hilal (Cucu KH.A.Dahlan-Singapura),
6. Soewali (Jember),
7. Yusdi Ghozali (Juga pendiri PII-Semarang),
8. Mansyur,
9. M. Anwar (Malang),
10. Hasan Basri (Surakarta),
11. Marwan (Bengkulu),
12. Zulkarnaen (Bengkulu),
13. Tayeb Razak (Jakarta),
14. Toha Mashudi (Malang),
15. Bidron Hadi (Yogyakarta).
4. Faktor Pendukung Berdirinya HMI
1. Posisi dan arti kota Yogyakarta
a. Yogyakarta sebagai Ibukota NKRI dan Kota Perjuangan
b. Pusat Gerakan Islam
c. Kota Universitas/ Kota Pelajar
d. Pusat Kebudayaan
e. Terletak di Central of Java
2. Kebutuhan Penghayatan dan Keagamaan Mahasiswa
3. Adanya tuntutan perang kemerdekaan bangsa Indonesia
4. Adanya STI (Sekolah Tinggi Islam), BPT (Balai Perguruan Tinggi)
5. Gajah Mada, STT (Sekolah Tinggi Teknik).
6. Adanya dukungan Presiden STI Prof. Abdul Kahar Muzakir
7. Ummat Islam Indonesia mayoritas
5. Faktor Penghambat Berdirinya HMI Munculnya reaksi-reaksi dari :
1. Perserikatan Mahasiswa Yogyakarta (PMY)
2. Gerakan Pemuda Islam (GPII)
3. Pelajar Islam Indonesia (PII)
6. FASE-FASE PERKEMBANGAN SEJARAH HMI
a. Fase Konsolidasi Spiritual (1946-1947)
Sudah diterangkan diatas
b. Fase Pengokohan (5 Februari 1947 – 30 November 1947)
Selama
lebih kurang 9 (sembilan) bulan, reaksi-reaksi terhadap kelahiran HMI
barulah berakhir. Masa sembilan bulan itu dipergunakan untuk menjawab
berbagai reaksi dan tantangan yang datang silih berganti, yang
kesemuanya itu semakin mengokohkan eksistensi HMI sehingga dapat berdiri
tegak dan kokoh
c. Fase Perjuangan Bersenjata (1947 – 1949)
Seiring
dengan tujuan HMI yang digariskan sejak awal berdirinya, maka
konsekuensinya dalam masa perang kemerdekaan, HMI terjun kegelanggang
pertempuran melawan agresi yang dilakukan oleh Belanda, membantu
Pemerintah, baik langsung memegang senjata bedil dan bambu runcing,
sebagai staff, penerangan, penghubung. Untuk menghadapi pemberontakkan
PKI di Madiun 18 September 1948, Ketua PPMI/ Wakil Ketua PB HMI Ahmad
Tirtosudiro membentuk Corps Mahasiswa (CM), dengan Komandan Hartono dan
wakil Komandan Ahmad Tirtosudiro, ikut membantu Pemerintah menumpas
pemberontakkan PKI di Madiun, dengan mengerahkan anggota CM ke
gunung-gunung, memperkuat aparat pemerintah. Sejak itulah dendam kesumat
PKI terhadap HMI tertanam. Dendam disertai benci itu nampak sangat
menonjol pada tahun \’64-\’65, disaat-saat menjelang meletusnya
G30S/PKI.
d. Fase Pertumbuhan dan Perkembangan HMI (1950-1963)
Selama
para kader HMI banyak yang terjun ke gelanggang pertempuran melawan
pihak-pihak agresor, selama itu pula pembinaan organisasi terabaikan.
Namun hal itu dilakukan secara sadar, karena itu semua untuk merealisir
tujuan dari HMI sendiri, serta dwi tugasnya yakni tugas Agama dan tugas
Bangsa. Maka dengan adanya penyerahan kedaulatan Rakyat tanggal 27
Desember 1949, mahasiswa yang berniat untuk melanjutkan kuliahnya
bermunculan di Yogyakarta. Sejak tahun 1950 dilaksankanlah tugas-tugas
konsolidasi internal organisasi. Disadari bahwa konsolidasi organisasi
adalah masalah besar sepanjang masa. Bulan Juli 1951 PB HMI dipindahkan
dari Yogyakarta ke Jakarta.
e. Fase Tantangan (1964 – 1965)
Dendam
sejarah PKI kepada HMI merupakan sebuah tantangan tersendiri bagi HMI.
Setelah agitasi-agitasinya berhasil membubarkan Masyumi dan GPII, PKI
menganggap HMI adalah kekuatan ketiga ummat Islam. Begitu bersemangatnya
PKI dan simpatisannya dalam membubarkan HMI, terlihat dalam segala
aksi-aksinya, Mulai dari hasutan, fitnah, propaganda hingga aksi-aksi
riil berupa penculikan, dsb. Usaha-usaha yang gigih dari kaum komunis
dalam membubarkan HMI ternyata tidak menjadi kenyataan, dan sejarahpun
telah membeberkan dengan jelas siapa yang kontra revolusi, PKI dengan
puncak aksi pada tanggal 30 September 1965 telah membuatnya sebagai
salah satu organisasi terlarang.
f. Fase Kebangkitan HMI sebagai Pelopor Orde Baru (1966 – 1968)
HMI
sebagai sumber insani bangsa turut mempelopori tegaknya Orde Baru untuk
menghapuskan orde lama yang sarat dengan ketotaliterannya. Usaha-usaha
itu tampak antara lain HMI melalui Wakil Ketua PB Muhammad memprakasai
Kesatuan Aksi Mahasiswa (KAMI) 25 Oktober 1965 yang bertugas antara lain
:
1) Mengamankan Pancasila.
2)
Memperkuat bantuan kepada ABRI dalam penumpasan Gestapu/ PKI sampai ke
akar-akarnya. Masa aksi KAMI yang pertama berupa Rapat Umum dilaksanakan
tanggal 3 Nopember 1965 di halaman Fakultas Kedokteran UI Salemba
Jakarta, dimana barisan HMI menunjukan superioitasnya dengan massanya
yang terbesar. Puncak aksi KAMI terjadi pada tanggal 10 Januari 1966
yang mengumandangkan tuntutan rakyat dalam bentuk Tritura yang terkenal
itu. Tuntutan tersebut ternyata mendapat perlakuan yang represif dari
aparat keamanan sehingga tidak sedikit dari pihak mahasiswa menjadi
korban. Diantaranya antara lain : Arif rahman Hakim, Zubaidah di
Jakarta, Aris Munandar, Margono yang gugur di Yogyakarta, Hasannudin di
Banjarmasin, Muhammad Syarif al-Kadri di Makasar, kesemuanya merupakan
pahlawan-pahlawan ampera yang berjuang tanpa pamrih dan semata-mata demi
kemaslahatan ummat serta keselamatan bangsa serta negara. Akhirnya
puncak tututan tersebut berbuah hasil yang diharap-harapkan dengan
keluarnya Supersemar sebagai tonggak sejarah berdirinya Orde Baru.
g. Fase Pembangunan (1969 – 1970)
Setelah
Orde Baru mantap, Pancasila dilaksanakan secara murni serta konsekuen
(meski hal ini perlu kajian lagi secara mendalam), maka sejak tanggal 1
April 1969 dimulailah Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita). HMI pun
sesuai dengan 5 aspek pemikirannya turut pula memberikan sumbangan
serta partisipasinya dalam era awal pembagunan. Bentuk-bentuk
partisipasi HMI baik anggotanya maupun yang telah menjadi alumni
meliputi diantaranya :
a. Partisipasi dalam pembentukan suasana, situasi dan iklim yang memungkinkan dilaksanakannya pembangunan,
b. Partisipasi dalam pemberian konsep-konsep dalam berbagai aspek pemikira
c. Partisipasi dalam bentuk pelaksana langsung dari pembangunan.
h. Fase Pergolakan dan Pembaharuan Pemikiran (1970 – 1998 )
Suatu
ciri khas yang dibina oleh HMI, diantaranya adalah kebebasan berpikir
dikalangan anggotanya, karena pada hakikatnya timbulnya pembaharuan
karena adanya pemikiran yang bersifat dinamis dari masing-masing
individu. Disebutkan bahwa fase pergolakan pemikiran ini muncul pada
tahun 1970, tetapi geja-gejalanya telah nampak pada tahun 1968. Namun
klimaksnya memang terjadi pada tahun 1970 dimana secara relatif
masalah-masalah intern organisasi yang rutin telah terselesaikan.
Sementara dilain sisi persoalan ekstern muncul menghadang dengan
segudang problema.
Pada
tahun 1970 Nurcholis Madjid menyampaikan ide pembaharuan dengan topic
keharusan pembaharuan didalam pemikiran Islam dan masalah integritas
umat. Sebagai konsekuensinya di HMI timbul pergolakan pemikiran dalam
berbagai substansi permasalahan yang. Perbedaan pendapat dan penafsiran
menjadi dinamika di dalam menginterpretasikan dinamika persoalan
kebangsaan dan keumatan. Hal ini misalnya dalam dialektika dan
perbincangan seputar Negara dan Islam, konsep Negara Islam, persoalan
Islam Kaffah sampai pada penyesuaian dasar HMI dari Islam menjadi
Pancasila sebagai bentuk ijtihad organisasi didalam mempertahankan
cita-cita jangka panjang keummatan dan kebangsaan.
i. Fase Reformasi Secara histories sejak tahun 1995
HMI
mulai melaksanakan gerakan reformasi dengan menyampaikan pandangan,
gagasan dan kritik terhadap pemerintahan. Sesuai dengan kebijakan PB HMI
bahwa HMI tidak akan melakukan tindakan-tindakan inkonstitusional dan
konfrontatif. Gerakan koreksi pemerintahanpertama disampaikan pada jaman
konggres XX di Istana Negara tanggal 21 Januari 1995. kemudian
peringatan MILAD HMI Ke 50 Saudara Ketua Umum Taufiq Hidayat menegaskan
dan menjawab kritik-kritik yang menyebutkan bahwa HMI terlalu dekat
dengan kekuasaan. Bagi HMI kekuasaan bukanlah wilayah yang haram. Tetapi
adalah wilayah pencermatan dan kekritisan terhadap pemerintahan.
Kemudian dalam penyampaian Anas Urbaningrun pada MILAD HMI ke 51 di
Graha Insan Cita Depok tanggal 22 Pebruari 1998 dengan judul “Urgensi
Reformasi bagi Pembangunan Bangsa Yang Bermartabat”.
7. MASA DEPAN HMI TANTANGAN DAN PELUANG
Kritik
terhadap HMI datang dari dalam dan dari luar HMI. Kritik ini sangat
positif karena dengan demikian HMI akam mengetahui kekurangan dan
kelebihan organisasi. Sehingga kedepan kita mampu memperbaiki dan
menentukan sikap dan kebijakan yang sesuai dengan keadaan jaman.
Dari
masa kemasa, beberapa persoalan yang dihadapkan pada HMI tentang kritik
independensi HMI, kedekatan dengan militer, sikap HMI terhadap
komunisme, tuntutan Negara Islam, dukungan terhadap rehabilitasi
masyumi, penerimaan azas tunggal Pancasila, adaptasi rasionalitas
pemikiran, dan lain-lain yang memberikan penilaian kemunduran terhadap
HMI, Yahya Muhaimin dalam konggres HMI ke XX mengemukakan konsep tentang
revitalisasi, reaktualisasi, refungsionalisasi, dan restrukturisasi
organisasi. Anas Urbaningrum menjawabnya dengan pemberian wacana politik
etis HMI. Yakni dengan langkah : Peningkatan visi HMI,
intelektualisasi, penguasaan basis dan modernisasi organisasi.
Untuk
pencapaian tujuan HMI perlu dipersiapkan kondisi yang tepat sebagai
modal untuk merekayasa masa depan sesuai dengan 5 kualitas insan cita
HMI. Tantangan yang dihadapi HMI dan masa depan bangsa Indonesia sangat
komplek. Tetapi justeru akan menjadi peluang yang sangat baik untuk
memperjuangkan cita-cita HMI sampai mencapai tujuan. (Wikipedia)
Tidak ada komentar